Banyak Pro-kontra Seputar Permasalahan Khitan Anak Perempuan dan keharaman melarangnya. Apa Hukum sebenarnya ??


Jawabannya :

Pertama-tama, kita harus tahu bahwa masalah mengkhitan anak perempuan mulanya bukan masalah keagamaan yang bersifat ta'abbudi (transenden), namun merupakan adat kedokteran sebagai tradisi turun temurun sesuai anjuran para ahli kedokteran dan pakar-pakar pengobatan. Bahkan, dulunya kebiasaan tersebut beredar di masyarakat sekitar sungai Nil. Pada zaman dahulu orang-orang Mesir Kuno dan suku-suku lainnya biasa mengkhitan bayi perempuan di sungai Nil. Akhirnya kebiasaan ini ditiruru oleh sebagian orang Arab seperti halnya yang terjadi di kota Madinah Akan tetapi kebiasaan ini tidak sumpai ke kota Makkah.

Oleh karena iu, ketika Rasulullah SAW bepergian ke Madinah, ternyata mengkhitan anak perempuan sudah menjadi suatu tradisi. Karena itu, beliau memberi nasehat agar tidak menyakiti anak perempuan saat mengkhitan, seperti yang tercantum dalam Hadits riwayat Ummu 'Athiyyah : Sesungguhnya wanita wanita Madinah biasa melakukan khitan, kemudian Rasulullah SAW berabda, "Jangan sampai menyakiti diri kalian. Khitan itu baik bagi perempuan dan lebih disenangi suami". (HR. Abu Dawüd, Hakim) 

Khitan menurut ahli kesehatan modern ada 4 bentuk. Pertama, khitan merupakan sesuatu aktivitas yang bagus ketika diperlukan seperti yang dikatakan para ahli kesehatan, dan ini yang sesuai pemahaman orang orang Islam. Sedangkan bentuk-bentuk khitan yang lain walaupun mashur dengan sebutan khitan dalam bidang kedokteran, akan tetapi menurut Syari'ah hal tersebut termasuk zalim karena dianggap merusak anggota yang paling banyak indra perangsangnya. Tiga praktek khitan ini menyebabkan hukuman dan denda diyat sempurna seperti diyat membunuh sesuai ketetapan hukum Syari'ah.

Meskipun demikian, tidak ada Hadits yarg bersumber dari Rasülullah Shallallahu 'alaihi wa Sallama bahwa beliau mengkhitan putri-putrinya, dan beliau tidak melakukannya meski kebiasaan itu sudah meluas di Madinah. Padahal, Rasulullah adalah suri tauladan kita yang menunjukkan jalan yang benar dalam masalah ini, Sebagaimana juga tidak ada nash-nash Syari'ah yang secara eksplisit memerintahkan orang Islam untuk mengkhitan putri-putrinya, meski masuk kategori khitan bentuk pertama yang dianjurkan oleh para ahli pengobatan dalam beberapa kondisi. 

Kebiasnan mengkhitan perempuan termasuk hal yang diperbolehkan asal tidak membsahayakan. Adapun ketika hal tersebut membahayakan sampai menyebabkan kematian seperti yang dikatakan ahli kesehatan pada tiga bentuk khitan lain di atas, maka hal itu harus dihindari. Bahaya itu muncul karena adanya perbedaan masa, makanan, dan juga cuaca, atau kurena penyebab-penyebab lainnya. Umat Islam sudlah lama membahas masalah ini, mendahului datangnya dekade baru dengan puncak peradaban dalam pengaturan metode dan etika.

Sekilas menilik perkembangan peraturan hukum dan perundangan di Mesir misalnya, permasalahan mengkhitan anak perempuan terdepat dalam peraturan kementerian no. 74 tahun 1959. Peraturan tersebut pada pasal pertama memuat daftar nama dewan yarur beranggotakan 15 yang terdiri dari para pemuka agama dan dokter, di antaranya ta Menteri Kesehatan Musthafa 'Abdul Kháliq, mufti Negara Mesir Hasan Makmon, dan mantan mufti sebelumnya Husnain Muhammad Makhluf Pada pasal kedua, dewan menetapkan peraturan sebagai berikut:

1. Mengharamkan bagi selain dokter ahli melaksanakan khitan. Khitan hendaknya dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara massal. 
2.Larangan khitan oleh Departemen Kesehatan berdasarkan pertimbangan kesehatan, sosial, dan kejiwaan.
3.Tidak menjelaskan secara jelas denda atau hukuman bagi yang melakukan berbagai tindakan melukai.
4. Melarang berkhitan dengan cara yang bisa membahayakan kesehatan dan nyawa orang perempuan, baik sebelum atau sesudah nikah.

Ketika banyak praktek khitan yang berbahaya bagi kaum wanita Menteri Kesehatan membuat peraturan pada tanggal 8 Juli 1996 ketetan no. 261 tahun 1996 yang berbunyi, "Haram bagi kaum perempuan menjalankan khitan baik di rumah sakit, klinik umum, atau pribadi. Diperbolehkan khitan hanya dalam kondisi darurat medis saja. perizinannya ditangani oleh kepala bagian kesehatan wanita dan kelahiran di rumah sakit dan atas rekomendasi dokter ahli. 

Sebagian orang Islam yang dangkal pemahamannya berangganan bahwa peraturan ini bertentangan dengan Syari'ah Islam, bertentangan dengan undang-undang negara Mesir, sehingga mereka mengajukan gugatan ke pengadilan. Kemudian pengadilan menjelaskan seputar permasalahan khitan sebagai berikut:

"Keputusan mahkamah pengadilan setelah meneliti pendapat- pendapat Fiqh klasik, bahwa Syari'ah Islam tidak memuat hukum secara perinci atau nash qath'i (aksiomatis, pasti) yang mewajibkan berkhitan bagi perempuan atau melarangnya. Nash yang ada semuanya bersifat zhanni (teoretis, tidak pasti), dan ilmu kedokteran juga tidak bersepakat dalam satu pendapat. Sebagian ahli berpendapat bahwa mengkhitan perempuan memiliki efek positif, berbeda dengan pendapat lain yang mengatakan bahwa khitan dapat membahayakan nyawa dan kesehatan perempuan. Karena itu, bagi pemerintah berkewajiban mengatur perkara-perkara yang tidak ditemukan nash-nash Syar'i yang bersifat qath'i dalam Al-Qur'án dan Sunnah Rasúlullah, dan juga tidak ada dalam ljmá'. Demikian pula setiap masalah-masalah khiláfiyyah (debatable, boleh saling berbeda pendapat) yang tidak ditetapkan oleh Fiqh dalam satu pendapat dan boleh diijtihadi. Kebijakan pemerintah dalam permasalahan tersebut juga tidak secara mutlak. Yang pasti, kebijakan pemerintah sebenarnya untuk kemaslahatan umum bagi manusia atau untuk menghilangkan bahaya dengan peraturan- peraturan yang tidak menentang nash Syar'iah atau hukum qath'i.

Ada pula keputusan dewan pengadilan tahun 1997, bahwa ketetapan menteri tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Di sana ditulis, "Dan selama khitan tergolong tindakan melukai dan hukum-hukum Syari'ah Islam tidak ada yang mewajibkannya, maka hukum asalnya adalah tidak boleh dilakukan kecuali untuk tujuan pengobatan. Melukai yang dilakukan tanpa ada penyebab yang memperbolehkan beserta syarat- syaratnya adalah aktivitas yang dilarang (haram) menurut Syari'ah dan undang-undang yang mengatur hak-hak dan keselamatan manusia, serta kejahatan yang tidak dilegalkan Pembuat Syar'iah yang membahayakan keselamatan"

Ini adalah peraturan yang terdapat di Mesir. Adapun Negara-negara Islam lain secara umum tidak ada orang perempuan yang dikhitan, Kerajaan Arab Saudi misalnya. 

Semoga jawaban ringkas ini bisa menghilangkan kesimpangsiuran dan meluruskan pemahaman yang lebih banyak unsur propaganda daripada kebenarannya. Kesimpulan dalam permasalahan ini, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallama tidak mengkhitan putri-putrinya. Wallahu Ta'alá A'la wa A'lam. 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Banyak Pro-kontra Seputar Permasalahan Khitan Anak Perempuan dan keharaman melarangnya. Apa Hukum sebenarnya ??"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel